“Punya jamban, sama pentingnya dengan punya tempat makan”
Budi Laksono
Berdasarkan data WHO ada 1,5 milyar kasus diare dan tifoid di seluruh dunia, 4 juta diantaranya meninggal. Di Indonesia sendiri pada tahun yang sama, ada 160.000 angka kematian yang disebabkan oleh diare dan tifoid. Dua penyakit yang dinobatkan sebagai 2 dari 10 penyakit terbanyak (Kemenkes RI, 2011). Parahnya, berdasarkan data Wahana Bakti Nusantara, diare dan tifoid ini merupakan pembunuh utama bayi dan balita di Indonesia.
Penyebabnya sederhana, adanya penyebaran kuman penyakit akibat kondisi sanitasi yang buruk, karena setiap kali buang air besar ada 5 milyar kuman yang keluar dari pencernaan. Bisa dibayangkan buruknya kondisi lingkungan jika masih ada 120 juta penduduk Indonesia yang hidup dengan kebiasaan buang air besar sembarangan. Hal tersebut diutarakan dr. Budi Laksono saat mempresentasikan Konsep Gerakan Makassar ODF (Open Defecation Free) di ruang pertemuan Walikota Makassar, Jum’at 30 Desember 2016. Dialog yang dipimpin langsung oleh Assiten II kota Makassar ini dihadiri sejumlah Pimpinan SKPD (Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan, Dinas PU, dan Bapedda), puluhan camat se-kota Makassar, serta anggota Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM) Makassar.
Pertemuan ini merupakan pertemuan lanjutan, dari pertemuan sehari sebelumnya di rumah makan Bahari. Pada pertemuan di rumah makan tersebut KPRM Makassar, UPC, dan dr.Budi Laksono telah bertemu langsung dengan Walikota Makassa, Dany Pomanto, yang siang itu didampingi Kadis PU Kota Makassar. Dalam pertemuan tersebut, pemerintah kota Makassar berjanji untuk mengintegrasikan program Jamban Sehat dengan berbagai program kebersihan yang telah dijalankan pemerintah Kota. “Kita sudah punya program Makassar tidak rantasa, dan lorong Garden namun memang belum menyasar soal sanitasi dan jamban sehat bagi warga,” kata Walikota Dany Pomanto. Untuk itu pemerintah berkomitmen di tahun 2017 nanti, Makassar akan menjadi kota pertama dunia yang menyandang predikat ODF, Kota yang bebas dari kebiasan buang air besar sembarang tempat.
“Mewujudkan Makassar sebagai kota ODF pertama di dunia, bukan hal mustahil, karena Makassar punya potensi. Pemimpinnya jelas punya visi, pertemuan hari ini yang dihadiri oleh unsur SKPD dan Camat jelas membuktikan keseriusan kita untuk menjadikan Makassar bebas dari kebiasaan buang air besar sembarangan,” terang Budi saat pertemuan di balaikota, 30 desember 2016. Capaian dari pertemuan tersebut adalah adanya kesepakatan bersama bahwa di hari Habitat bulan Oktober tahun 2017 mendatang, semua rumah sudah punya jamban bersih dan sehat.
“Menjadikan Makassar sebagai kota dunia, maka salah satu indikator yang penting diperhatikan adalah soal kesehatan jamban. Jamban yang sehat tidak harus mahal. Kita bisa membangunnya dengan baik, meski dengan dana minim,” lanjut Budi. Untuk Makassar sendiri, berdasarakan data yang dikumpulkan Yayasan Wahana Bakti Nusantara, tercatat masih ada 35 % penduduk kota Makassar yang hidup tanpa jamban. Temuan ini berbeda dari data BPS yang hanya mencatat 6 % penduduk kota Makassar hidup tanpa jamban.
***
Masih bagian dari agenda perumusan program Makassar ODF, kemudian tim menyempatkan berkunjung di dua kampung yang merupakan kampung dampingan KPRM. Kampung Cambayya dan Kampung Buloa, di kecamatan Tallo. Keduanya merupakan kampung yang masuk dalam kategori kumuh serta terancam tergusur oleh pemodal. Saat kunjungan, terjadi dialog seputar kebiasaan buang air besar warga kampung.
Sebagian besar warga yang hadir mengaku kebiasaan buang air besar sembarang tempat memang masih banyak dilakukan warga. Apalagi memang letak kedua kampung yang memang berbatasan langsung dengan laut. Warga mengaku lebih senang buang air di laut daripada harus mengeluarkan biaya besar untuk membuat jamban.
Harus diakui bahwa pengembangan sanitasi selama ini, baik melalui pemerintah atau pun melalui skema kerjasama dengan pihak luar, belum mampu menjadikan masyarakat terlindungi dari penyakit. Mengapa begitu ? karena program yang ada selama ini tidak disertai dengan proses penyadaran di warga tentang bahaya yang disebabkan oleh kebiasaan buang air besar sembarangan. Apalagi program yang ada tidak melibatkan keswadayaan masyarakat, dan yang paling berpengaruh adalah mitos tentang jamban sehat yang katanya harus mahal sehingga sulit untuk dimiliki oleh warga miskin.
***
Akhir pertemuan di Balaikota, Pemerintah Kota Makassar bersepakat untuk sesegera mungkin menjalankan agenda rapat lanjutan guna merumuskan langkah kerja bersama. Intinya sebagai langkah awal dibutuhkan data akurat terkait kondisi sanitasi masyarakat, pungkas Assisten II walikota. Data ini sudah harus siap saat pertemuan berikutnya, sambungnya.
Terkait pelaksanaan dialog, kegiatan ini merupakan usulan dari KPRM Makassar. “Sejak sebulan terakhir atas mediasi UPC, KPRM berkomunikasi dengan dr. Budi selaku konseptor jamban sehat. dr. Budi ini merupakan pemerhati sekaligus penggerak pembangunan ribuan jamban. Kami meminta kepada pemerintah Kota Makassar agar dr.Budi dapat diundang ke Makassar, membantu pemerintah kota bahwa dan orang-orang yang tinggal di kampung kumuh agar bisa memiliki jamban sehat dengan biaya murah. Pak Dany Pomanto menyambut baik, dan bersedia memfasilitasi acara tersebut,” kata Lina, koordinator KPRM.
Dalam program ini, KPRM sendiri akan bekerja mendampingi 30 kelurahan se-kota Makassar guna persiapan pembangunan jamban murah dan sehat. Lina sebagai koordinator KPRM menyambut baik program Makassar ODF. Menurutnya kegiatan ini dapat menjadikan warga miskin agar lebih sehat, karena kesehatan tidak hanya untuk orang kaya saja, orang miskin juga punya hak untuk sehat. (Frd)