#Rakyat Miskin Kota Melakukan Aksi Piket Menagih Janji Jokowi

#Tagih Janji Jokowi Hari I
JRMK Jakarta, SEBAJA dan UPC, pada 14 Maret 2016 melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara. Aksi yang dimulai jam 09.00 tersebut diikuti 10 orang dengan menggunakan jas hujan bertuliskan berbagai tuntutan sembari menyanyikan lagu perjuangan rakyat.
Tahun 2014 lalu, Jokowi telah menandatangani kontrak politik dengan Jejaringa Rakyat Miskin Indonesia (JERAMI) yang salah satu butir dari 5 butir perjanjian kontrak tersebut adalah permukiman dan usaha rakyat miskin tidak digusur akan tetapi digeser. Tapi kenyataannya sekarang tidak sesuai dengan kontrak politik tersebut. “Rakyat miskin hari ini seperti tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Di Jakarta misalnya, sejak Ahok berkuasa, hampir tiap hari pemerintah mengusur paksa rakyat miskin,” jelas Eni, Koordinator JRMK Jakarta.
Aksi ini merupakan respon atas kesewenang-wenangan Pemerintah kota yang menggusur pemukiman dan lahan kerja rakyat miskin kota. Melalui aksi piket ini, mereka berharap agar Jokowi mengingat kembali janji-janji politiknya saat mencalonkan jadi presiden.
Senada dengan itu, Gugun dari Urban Poor Consortium (UPC) menegaskan bahwa, aksi yang dilakukan ini semata-mata untuk menuntut realisasi janji dari pemerintah. Pada waktu kampanye dulu, Jokowi yang telah bersepakat dengan rakyat bahwa mereka tidak akan menggusur permukiman rakyat tapi menggeser dan menata. Gugun menambahkan, bahwa aksi ini tidak ada sangkut paut dengan proses pilkada DKI Jakarta yang sedang berlangsung, “Kami rakyat miskin melakukan aksi ini murni untuk menuntut keadlian bagi rakyat miskin yang telah diberi janji saat Pemilihan Presiden 2 tahun lalu,” pungkas Gugun.
****
Saat kampanye tahun 2014 lalu, bertempat di bekas luapan Lumpur Lapindo, Sidoarjo, Jokowi menandantangani kontrak politik dengan JERAMI. Kontrak politik yang baru berumur 1 tahun lebih ini telah diingkari. Pembangunan kota kembali menyingkirkan rakyat miskin kota. LBH Jakarta mencatat bahwa sejak Januari hingga Agustus 2015 sekitar 3.433 keluarga telah menjadi korban penggusuran paksa, Penggusuran tersebut sebagian besar dilaksanakan secara paksa, tanpa ganti rugi, serta tanpa melalui tahapan pembebasan lahan yang sesuai peturan Perundang-undangan. Belum puas dengan tindak penggusuran permukiman, baru-baru ini rakyat miskin yang berprofesi sebagai tukang becak, kembali menjadi korban atas nama penertiban. Ratusan becak dirampas oleh satpol PP dengan alasan becak menjadi penyebab macet ibukota.
UPC dan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta, dan beberapa kelompok masyarakat lainnya menuntut adanya pelibatan rakyat miskin dalam merencanakan tata ruang kota. Tuntutan itu bukannya tidak berdasar, apalagi UPC dan JRMK mempunyai konsep penataan permukiman rakyat miskin kota dan siap menjalankannya. Tetapi sekarang ini sepertinya pemerintah kota, Jakarta khususnya, memang melihat rakyat miskin kota sebagai bagian yang perlu disingkirkan dari wajah kota. Mereka dianggap sebagai peyebab banjir, kekerasan dan kriminalitas, bahkan sampai kepersoalan macet ibu kota. Pemerintah sepertinya hendak menutup borok dari kegagalan mereka untuk menyejahterakan semua lapisan masyarakat. Kebijakan yang terjadi di Jakarta mencerminkan bahwa pemerintah kota tidak lebih dari alat dan pelayan dari kelas menengah atas.
Aksi piket tagih janji jokowi, adalah bentuk pengingatan sekaligus tuntutan ke pemerintah agar tidak lupa kepada janji-janji politik mereka. Aksi piket ini akan berlangsung terus menerus sampai pemerintah, dalam hal ini Jokowi, menerima mereka.(Frd)