JERAMI – Peringati Hari HAM Internasional

Share:

JERAMI – Peringati Hari HAM Internasional

Kamis, 10 Desember 2015, bertepatan dengan aksi  kamisan ke 423 dan hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, Koalisi untuk Perayaan Hari HAM (KOPER HAM),  mengadakan aksi damai. Ratusan  orang  dari   berbagai  organisasi  masyarakat sipil dan warga korban pelanggaran HAM, berkumpul sejak  13.00 WIB di depan istana presiden, Jakarta.

DSC05634

Jejaring Rakyat Miskin Indonesia (JERAMI) yang   terdiri dari Organisasi Rakyat Miskin di berbagai kota di indonesia, turut hadir dalam peringatan HAM tersebut. Aksi mengangkat  issu  pelanggaran HAM yang belum menemukan kejelasannya.  Koper HAM mengaggap bahwa   kinerja pemerintahan Jokowi – JK tidak menunjukkan langkah berarti dalam penyelasaian kasus-kasus pelanggaran HAM, bahkan terkesan  menutupi proses  peradilan para pelanggar HAM.

Bagi rakyat miskin  kota, tahun 2015 sepertinya menjadi tahun yang pahit. Penggusuran ada dimana-mana.  Tidak hanya  Jakarta, tapi Makassar dan kendari menghadapi permasalahan yang sama.  Kebijakan  pembanguna kota, makin meminggirkan  rakyat miskin.   Warga yang dianggap tidak punya daya beli dan dianggap liar oleh pemerintah kota,   dipandang pantas untuk  dikorbankan.  Jakarta, yang selama ini menjadi barometer pembangunan,  di bawah  kekuasaan Ahok, menjadi kota yang tak ramah terhadap rakyat miskin. Betapa tidak, sejak Januari  hingga Agustus 2015,   ada 30 titik penggusuran paksa dengan korban sebanyak 3.433 KK  (Laporan penggusuran LBH Jakarta 2015). Tidak hanya rumah,  433 unit usaha turut menjadi korban gusuran atas nama ketertiban umum.

Eni Rochyati, koordinator aksi JERAMI  dalam orasinya menyuarakan perlunya persatuan bagi rakyat miskin. Eni juga menanggapi solusi  rusunawa yang diberikan  oleh pemerintah sebagai solusi yang sama sekali tidak menjawab  kebutuhan rakyat miskin. Rusun akan semakin memiskinkan rakyat,  dan lapangan kerja  semakin sulit.  Belum lagi harga yang harus dibayar, “Rusun itu sewa tidak gratis”, tambahnya.

Aksi peringatan yang dikawal ratusan aparat bersenjata lengkap, menyertakan berbagai  komunitas  yang selama ini fokus bekerja mengadvokasi korban pelanggaran HAM, juga komunitas yang selama ini menjadi korban  pelanggaran HAM.  Semua berkesempatan menyampaikan tuntutan (baca juga : deklarasi-koalisi-peringatan-hari-ham-koper-ham) yang intinya menuntut keseriusan pemerintah untuk menindak tegas pelanggar HAM. Diawal pemerintahannya, Jokowi – JK, berjanji akan memprioritaskan penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Namun hingga setahun terakhir tidak ada langkah kongkrit sebagai bukti keseriusan pemerintah.

DSC05588

Setelah perayaan aksi  peringatan Hari HAM , JERAMI melanjutkan kegiatan dengan  dialog bersama Ian Wilson, seorang peneliti dari Australia. Dialog ini  sebagai refleksi terhadap pelanggaran HAM yang melanda rakyat miskin kota. Dalam pengantarnya, Ian mencoba memaparkan  kondisi politik rakyat miskin kota dengan mengangkat fakta-fakta yang dihasilkan dari penelitan yang dilakukannya di berbagai kota  besar di Asia Tenggara (Filipina, Kamboja dan Jakarta). Menurut Ian,  kebijakan  yang dijalankan  oleh pemerintah sekarang  adalah kebijakan yang menjalankan logika pasar atau “market citizen”.  Kewarganegaraan  secara konstitusi tidak menjadi penting, yang penting adalah apakah rakyat mampu membeli dengan harga tinggi atau tidak, apakah rakyat mampu  bersaing dalam pasar atau tidak, jika tidak maka untuk menjalankan logika pasar, rakyat miskin harus disingkirkan, tanah ada tapi untuk dijual dengan harga yang sangat mahal.  Menegaskan hal tersebut, Ian mencoba mengangkat contoh bagaimana Jakarta menjalankan kebijakan pembangunan kota di bawah kendali Ahok. Yang dijalankan oleh Ahok adalah politik “kambing hitam”.  Alasan normalisasi kali Ciliwung adalah wacana yang diangkat  agar  rakyat miskin  kota yang  telah menghuni bantaran kali 10 – 60 tahun, dapat di cap liar. Celakanya,  alasan normalisasi sukses mengundang simpati  masyarakat kelas tengah. Rakyat miskin  tergusur  sekaligus tertuduh penyebab  banjir. Secara politis kondisi tersebut membuat pemerintah terhindar dari tanggung jawab  terhadap wajah tata ruang kota yang secara keseluruhan  menjadi penyebab banjir. Menyambung hal tersebut,  Ian menjelaskan bahwa  kebijakan yang dilakukan Ahok sudah dikalkulasi secara politik. Dia tahu bahwa kebijakannya, meski tidak populer,  akan tetap didukung  oleh masyarakat kelas tengah. Cerminan keberpihakan terhadap pemodal, dianggap Ahok tidak akan berpengaruh terhadap massa pendukung.

DSC05622

Tidak ada cara lain, jika tidak ingin tergusur, rakyat  miskin harus terorganisir dan kritis. Harus memahami dengan baik kondisi yang sedang dihadapi.  Hal tersebut diharapkan dapat menyatukan perlawanan terhadap para pemodal dan pemerintah – pemegang kuasa atas pembangunan yang cenderung ingkar terhadap peran rakyat miskin dalam pembangunan kota. (frd)

Jika Anda menyukai artikel di situs ini, silahkan input Email Anda pada Form yang disediakan, lalu Klik Untuk Berlangganan. Dengan begitu, Anda akan berlangganan setiap update artikel terbaru UPC gratis via FeedBurner ke Email Anda.

Artikel Lainnya