Anak-anak petambak Bratasena yang terusir menulis surat ke kapolri

Share:

Hampir sebulan lamanya, 277 warga bratasena tulang bawang, terusir dari kampung halaman. Pelangaran HAM yang mereka alami bermula dari perjuangan ratusan petambak plasma agar terbangun sistem kemitraan (perjanjian Kerjasama) yang adil dengan pihak perusahaan (PT CPB).

Kondisi di pengungsian membuat warga, utamanya anak-anak tertekan. Satu persatu dari 120 anak bawah umur yang berada dipengungsian menderita sakit, belum lagi aktivitas sekolah mereka yang terpaksa harus terhenti . Sementara itu, segala langkah yang ditempuh oleh para korban bersama UPC, belum menemui kejelasan hasil.
***

Sejak terusir dari kampung, warga tak tinggal diam. Berbagai cara telah ditempuh , mulai dari melaporkan tindak kejadian kepada kepolisian Setempat, hingga mengirim perwakilan warga yang menjadi korban, untuk bertemu dengan KOMNASHAM di Jakarta pada senin, 18/04/2016. Saat itu KOMNASHAM yang di wakili oleh Nurkholis, Berjanji akan memediasi korban pelanggar HAM agar bisa kembali ke kampung, dan melanjutkan hasil investigasi yang sementara ini telah dilakukan oleh KEMENAKERTRANS. Pihak KEMENAKERTRANS sendiri, mengaku sudah melakukan pemanggilan terhadap direktur PT. CPB. Namun hingga kini, janji dari KOMNASHAM maupun langkah yang telah ditempuh oleh KEMENAKERTRANS sama sekali belum berdampak apa-apa. “Jangankan untuk menjerat pelaku dan mengembalikan korban kerumah masing-masing, untuk datang dan melihat langsung kondisi yang dihadapi warga saja belum pernah”, terang Herri.

Kondisi pengungsian warga yang menjadi korban pengusiran pihak pro perusahaan

Kondisi pengungsian warga yang menjadi korban pengusiran pihak pro perusahaan

Hingga berita ini diturunkan nasib dari 277Jiwa (61 KK) belum menemui kejelasan, “aparat setempat diam saja, sama sekali belum melakukan tindak lanjut dari laporan warga” Terang herri dari Aktivis Urban Poor Consortium yang sedang berjuang bersama warga. Warga menyesalkan lambannya tindak penanganan oleh aparat, hal senada juga disampaikan oleh KontraS dalam surat yang dilayangkan kepada Kepolisian RI, “jika tidak ada upaya dari Kepolisian untuk turun ke lapangan dan melakukan serangkaian investigasi, kami menduga ada upaya untuk menghindari tanggungjawab dan menutupi fakta-fakta yang terjadi di lapangan” demikian penggalan isi surat yang dilayangkan KontraS pada Jum’at 29 april 2016 lalu.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Sebagai  bagian dari upaya mendesak   agar pihak berwajib segera bertindak, puluhan anak petambak tulang bawang Bratasena menulis surat ke KAPOLRI. Isi surat yang mereka buat dengan tulisan tangan ini, meminta kepada Pihak Kepolisian untuk segera segera menyelesaikan masalah yang mereka alami “Bapak Kapolri, kami sekarang ada di pengungsian, tolong selesaikan  masalah  di sini, kami diusir dari kampung karena dianggap mengotori nama perusahaan, kami ingin pulang ke rumah”, tulis siska, anak petambak yang sudah 3 minggu berada di pengungsian.

 

surat anak bratasena

Surat yang anak-anak kami buat ini, akan kami kirim ke KAPOLRI, juga akan disebarluaskan di media. “Semoga pejabat, pengusaha, dan polisi membacanya. Semoga mereka bertindak, saya yakin mereka semua punya anak, tentu bisa merasakan apa yang kami rasakan”. Terang salah seorang petambak. Kami tidak mungkin kembali ke kampung, tanpa jaminan keselamatan kami dan anak-anak kami, harta kami sudah habis dijarah oleh mereka (Satgas Forsil). Sambungnya.

Jika Anda menyukai artikel di situs ini, silahkan input Email Anda pada Form yang disediakan, lalu Klik Untuk Berlangganan. Dengan begitu, Anda akan berlangganan setiap update artikel terbaru UPC gratis via FeedBurner ke Email Anda.

Artikel Lainnya