Power from Below: Gerakan Perempuan Miskin Kota di Makassar

Share:

iii. Advokasi
Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan KPRM pada akhirnya berhilir ke sini, bagaimana muncul kebijakan yang berpihak pada kepentingan-kepentingan rakyat miskin kota sehingga kebutuhan praktis dan strategis bisa didapatkan. Beragam kegiatan pernah dilakukan, beragam isu dimunculkan dan pelbagai elemen dilibatkan untuk mendukung keberhasilan advokasi. Isu yang diangkat ada yang mulai yang kelas ringan sampai dengan kelas berat. Isu yang dianggap ringan jika berkait dengan hak atas identitas, kesehatan dan pendidikan. Ringan tidak berarti mudah, tetapi dalam beberapa kasus mengalami keberhasilan dan prosesnya lebih cepat. Sedangkan isu berat adalah persoalan tanah dan penggusuran.

Advokasi yang sering dilakukan oleh KPRM terkait dengan hak atas identitas, meliputi hak atas akte kelahiran, kartu keluarga dan KTP. Advokasi ini, khususnya akte kelahiran, sering berangkat dari permasalahan yang ditemukan oleh kelompok tabungan, khususnya kolektornya yang sering mendatangi anggota untuk menagih uang tabungan sekaligus menggali informasi. Ternyata persoalan akte kelahiran menjadi persoalan yang sering dihadapi rakyat miskin di kampung. Banyak anak-anak tidak mempunyai akte kelahiran, padahal akte tersebut sekarang ini dijadikan salah satu syarat untuk masuk sekolah. Ketiadaan akte bukan persoalan warga tidak mau membuat, tetapi acapkali karena biaya membuatnya yang mahal. Mahalnya biaya ini disebabkan adanya pungutan liar dari tingkat RT sampai instansi di atasnya.

Proses advokasinya biasanya melalui pertemuan kelompok dulu, yang sebelumnya mendapat informasi banyaknya anggota kelompok yang anaknya tidak mempunyai akte kelahiran. Dari situ kemudian disiapkan segala hal, misalnya mencari dan mendiskusikan peraturan per undang-undangan yang mengatur soal akte. Setelah jelas dan dipahami kemudian membagi tugas dan beramai-ramai datang ke pemerintah kota, atau langsung ke dinas kependudukan dan catatan sipil untuk melakukan negosiasi. Advokasi di wilayah ini banyak berhasilnya, terbukti dengan penerbitan akte kelahiran gratis bagi ribuan anak.

Misalnya, pada Oktober 2003, KPRM mengorganisir kelompok-kelompok tabungan untuk menuntut akte kelahiran gratis dan mudah. Aksi diterima langsung oleh Kepala Dinas Catatan Sipil, Maruhum Sinaga. Dari aksi itu, KPRM dapat jatah 500 akte kelahiran dengan syarat-syarat yg sangat mudah, yakni keluarga miskin yang tidak punya buku nikah, keterangan lahir dari puskesmas/RS bisa diganti dengan keterangan dari KPRM. Kemudian, pengurus KPRM menulis sendiri buku besar sebanyak 5 blok di sekretariatnya, yang sebenarnya tdk diperkenankan. Dari akte kelahiran ini awalnya pengurus KPRM mengelola dana sendiri dari biaya urus akte anggotanya.

Mirip kasus di atas, untuk soal Raskin, KPRM juga melakukan demonstrasi menunjut jatah raskin untuk kampung-kampung miskin. Pasalnya, oknum bulog menjual raskin kepada pedagang pasar, yang sebenarnya jatah orang kampung. Sekitar 500-an anggota KPRM mendatangi kantor Bulog. Mereka diterima langsung oleh Kabulog. Walhasil, pengurus KPRM dapat jatah 7 ton untuk dibagi ke kampung-kampung miskin. Keuntungan yang diperoleh dari jual raskin ini sekitar 2 juta, yang dipakai untuk kas organisasi.

Untuk masalah yang terkait hak atas tanah dan penggusuran, advokasi biasanya berlangsung lama, yang membutuhkan demonstrasi dan negosiasi yang berkali-kali dengan jajaran eksekutif dan eksekutif dari tingkat kota, provinsi hingga pemerintah pusat. Advokasi besar ini biasanya juga tidak dilakukan sendiri oleh KPRM tapi bersama kelompok masyarakat sipil lain di Makassar. Bahkan ada yang menggunakan jalur litigasi sampai ke Mahkamah Agung. Misalnya advokasi penggusuran permukiman warga di Karuwisi, ada banyak organisasi yang terlibat di sini termasuk KPRM, yang mulai dilakukan pada 2002 dan baru selesai dengan keputusan Mahkamah Agung pada tahun 2009.

Selain menemui pengambil kebijakan di eksekutif maupun legislatif, KPRM biasanya juga memanfaatkan momentum pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah untuk mendesakkan tuntutannya, melalui semacam kontrak politik dengan kandidat yang mencalonkan diri. Kontrak politik dilakukan KPRM pada pemilu legislatif pada tahun 2004, dan pemilukada kota Makassar pada tahun 2008, yang menjadi tonggak penting bagi sejarah perjalanan dan keberhasilan KPRM.

Sebuah Tonggak Keberhasilan
Telah banyak keberhasilan dan capaian yang dilakukan KPRM, baik di sisi pengorganisasian, pengembangan jaringan dan advokasi. Untuk pengorganisasian, banyak aktivis KPRM meningkat kemampuan dan keberanian dalam melakukan pendekatan terhadap warga kampung miskin, mengajak memetakan masalah, menganalis, serta berupaya memecahkannya. Selain itu, KPRM juga punya kemandirian pendanaan dalam menghidupi atau mengelola organisasi, yang walaupun awalnya banyak ditopang oleh Seknas UPLINK/UPC. Kemandirian pendanaan organisasi ini merupakan sesuatu yang luar biasa karena banyak organisasi masyarakat sipil, bahkan yang dikelola oleh kelas menengah, jatuh dan bubar gara-gara sokongan dana dari pihak donor berhenti.

Di wilayah advokasi, kemampuan mereka dalam mengelola aksi massa dan negosiasi dengan birokrat juga semakin canggih. Selain itu, kemampuan dalam memperluas jaringan juga semakin bertambah, sehingga hampir dalam setiap momen gerakan sosial di Makassar mereka terlibat. Kemampuan dalam pengorganisan, advokasi dan pengembangan jaringan tersebut kemudian berujung pada penyelesaian pelbagai masalah, misalnya keringanan biaya sekolah bagi siswa dari keluarga miskin, memperoleh akte kelahiran gratis, mendapat keringanan biaya berobat bagi dampingan KPRM, pengadaan SIM murah, mencegah penggusuran PKL maupun permukiman informal, bantuan hukum gratis, dan lain sebagainya.

Di luar capaian di atas, tak bisa dipungkiri jika kontrak politik dalam pemilukada Makassar tahun 2008 yang dilakukan KPRM dan UPLINK/UPC dengan pasangan IASMO (Ilham Arief Siradjuddin dan Supomo Guntur), bisa dikatakan sebagai contoh penggabungan tiga strategi (organizing, networking, advocacy) yang dilakukan dengan baik dan pada akhirnya mempunyai kekuatan serta menuai keberhasilan. Walaupun cara atau metode pengorganisasian yang dikembangkan di momen ini berbeda dengan cara pengorganisasian KPRM sebelumnya, tapi model yang lama telah berhasil memberikan dasar-dasar bagi aktivis KPRM yang mempermudah belajar dan melakukan pengorganisasian dengan metode baru.

Halaman: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jika Anda menyukai artikel di situs ini, silahkan input Email Anda pada Form yang disediakan, lalu Klik Untuk Berlangganan. Dengan begitu, Anda akan berlangganan setiap update artikel terbaru UPC gratis via FeedBurner ke Email Anda.

Artikel Lainnya