Power from Below: Gerakan Perempuan Miskin Kota di Makassar

Yang menarik dari organisasi ini adalah sebagian besar anggotanya perempuan, sehingga tak heran jika koordinator dari waktu ke waktu adalah perempuan. Padahal organisasi ini tidak dirancang sebagai organisasi yang anggotanya khusus perempuan. Sejak awal pengurus KPRM, koordinator dan pengurusnya didominasi perempuan. Yang laki-laki (usia muda) selalu menjabat sekretaris (Masdar, Agil, Restu, Hamzah). Ini berkaitan dengan keahlian khusus untuk tugas-tugas kesekretariatan, dan kemampuan laki-laki mengendarai sepeda motor. Menurut Al Mujahid Akmal atau yang biasa dipanggil Ado, ada beberapa hal yang menyebabkan anggota KPRM sebagian besar perempuan, misalnya karena tradisi. Ada semacam tradisi di Makassar yang menganggap laki-laki tempatnya bukan di rumah atau kampung kalau siang hari, sehingga harus mencari kerja dan keluar dari kampung. Dengan demikian hanya perempuan dan anak-anak yang ada di kampung. Karena hanya ada perempuan, sehingga ketika pengurus KPRM datang ke kampung untuk mengajak warga ikut berorganisasi maka perempuan lah yang terlibat dan memang mereka yang punya waktu akhirnya.8 Ini tak beda jauh dengan pernyataan Daeng Caya dan Lina yang menyatakan bahwa perempuan banyak di rumah atau tidak keluar kampung karena tidak bekerja atau waktunya luang sehingga mereka mudah untuk diajak berkegiatan.
Hal yang awalnya dianggap sebuah “kelemahan”, karena perempuan hanya berkegiatan di sekitar rumah atau di dalam kampung saja ini justru kemudian dijadikan kekuatan bagi KPRM. Apalagi ketika KPRM menggunakan media gerakan tabungan harian yang sangat akrab bagi perempuan, membuat anggota KPRM dengan cepat bertambah. Ado pun membenarkan hal ini. Menurutnya mengapa pilihan akhirnya menyasar perempuan, selain alasan tradisi seperti disebutkan sebelumnya, juga karena perempuan cepat sekali menyampaikan kabar dari satu orang ke lainnya.10 Peran ini semakin kuat ketika KPRM menggunakan media gerakan tabungan, di mana kolektor yang setiap hari keliling kampung untuk mengumpulkan uang tabungan dan sekaligus bercerita tentang informasi tertentu, termasuk kegiatan yang dilakukan KPRM, semakin menarik minat banyak perempuan di kampung-kampung miskin Makassar untuk terlibat sebagaimana anggota KPRM.
Jadi, perempuan semakin menjadi tulang punggung gerakan ini selain karena kemampuan mereka dalam berkomunikasi juga didukung oleh tradisi dan pilihan media pengorganisasiannya yang pas dengan kondisi kampung. Apalagi setelah kelompok sektor seperti PKL dan tukang becak semakin jarang datang dalam pertemuan rutin KPRM, maka praktis hanya perempuan yang menjadi anggota organisasi ini. Keterlibatan laki-laki seringkali hanya sebatas ketika advokasi terkait dengan tanah atau penggusuran.