Power from Below: Gerakan Perempuan Miskin Kota di Makassar

Share:

Gagasan dan Pembentukan KPRM
Kelahiran KPRM tidak bisa dilepaskan dari inisiatif beberapa aktivis di Makassar, yang selama ini terlibat dalam gerakan pro demokrasi maupun gerakan sosial. Para aktivis tersebut tidak muncul secara tiba-tiba setelah tumbangnya Soeharto, tapi mereka merupakan bagian dari kelompok yang selama ini mengkritik dan melawan rejim Soeharto atau Orde Baru. Mereka sudah lama berpikir tentang upaya-upaya yang harus dilakukan di masyarakat perkotaan, sampai titik kesimpulan tentang pentingnya keberadaan organisasi rakyat (OR) di kota Makassar yang bisa memperjuangkan hak-hak mereka sendiri. Menurut M. Nawir, salah seorang inisiator, proses kelahiran memang didukung oleh banyak orang, tapi secara pribadi dia juga berpikir tentang perlunya sebuah gerakan baru di Makassar, bukan model pemberdayaan ekonomi seperti dilakukan Muhammad Yunus di Bangladesh, tetapi pembentukan organisasi rakyat. Apalagi waktu itu dia berpikir apa yang dilakukannya ketika bekerja di divisi pendidikan dan advokasi di sebuah lembaga konsumen kurang memberikan dampak bagi orang yang sebenarnya membutuhkan. Waktu itu, yang datang dan kemudian dia layani di lembaga tersebut adalah orang per orang dan kebanyakan adalah kelas menengah, padahal di luar ada banyak orang yang bermasalah. Nawir kemudian berpikir mengapa tidak sekalian menggarap yang banyak itu. Gagasan ini kemudian didiskusikan bersama kawan-kawan dekatnya, khususnya yang ada di lembaga konsumen tersebut. Pada akhirnya disepakati untuk membuat sebuah organisasi rakyat yang bisa mempengaruhi kebijakan-kebijakan kota. 1

Pembentukan dan kelahiran KPRM secara “formal” juga tidak terlepas dari perkenalan Nawir dengan Jumadi (aktivis jaringan UPC, yakni Sorak Palu) melalui Armin Salassa dalam workshop grup Kemiskinan Kota untuk persiapan COP II/IPF di Makassar. Pertemanan berlanjut dalam forum IPF (Indonesian People’s Forum) di Bali, dimana Nawir sebagai ketua delegasi Rakyat Miskin Kota (RMK), yang kemudian bergabung dalam pertemuan antar delegasi RMK yang difasilitasi UPC dibawah kordinasi Wardah Hafidz. Pasca IPF, kemudian UPC menjadi tuan rumah APD (Asian People’s Dialogue) II. Salah satu agendanya adalah pertemuan di tingkat wilayah (region) Sulawesi di Palu, yang dikordinasi oleh Jumadi Sorak. Beberapa hari sebelum pertemuan APD regional tersebut, organisasi dengan nama KPRM-SS dideklarasikan. 2

Deklarasi pembentukan organisasi rakyat miskin kota dilakukan pada 8 September 2002 di Gedung Taramunanga, di jalan Sunu, Komplek Unhas Baraya, Makassar. Deklarasi tersebut merupakan salah satu agenda saja dari acara Temu Kota. Acara Temu Kota dihadiri sekitar 200 rakyat miskin kota dari beragam sektor, seperti pedagang pasar, pedagang kios, daeng becak, pemulung, janda, anak jalanan, penyandang tuna netra, buruh migran, waria, PSK, serta 20-an aktivis dari perwakilan LSM. Mereka tidak hanya datang dari Makassar, tetapi ada juga yang dari Wajo, Bulukumba, Maros, Pare Pare, Pangkep, dan Bone. Pada acara Temu Kota tersebut ada dua hal yang dilakukan; pertama dialog dengan M. Amin Saleh, Kapoltabes Makassar, dan Arwan Tjahyadi, Ketua Komisi D DPRD Kota Makassar. Sedangkan acara selanjutnya adalah deklarasi pembentukan organisasi rakyat miskin kota. Dalam naskah deklarasi disebutkan bahwa pada tanggal 8 september 2002 dideklarasikan wadah miskin kota dengan nama Komite Pembebasan Rakyat Miskin Sulsel (KPRM-SS). 3 Untuk nama KPRM sendiri, sebelumnya sudah ada perdebatan di antara deklarator. Nama awal yang disodorkan adalah “Komite Perlawanan” tetapi karena dianggap terlalu keras, maka kata “perlawanan” diganti dengan “pembebasan”. 4

Naskah deklarasi selain berisi analisis masalah perkotaan di Sulawesi Selatan juga terdapat sikap dan tuntutan kepada pemerintah kota atas masalah yang dihadapi rakyat miskin. Pada akhir acara dibentuk tim formatur untuk menyusun kepengurusan organisasi rakyat tersebut. Tim formatur ada lima orang yakni; Nurhawang (Perempuan Miskin Kota), Abdul Kadir ( Pedagang Kaki Lima), Siti Aminah (Pedagang Kaki Lima), Mansyur Mula ( Tukang Becak) dan Masdar (KSM).

Dari naskah deklarasi disebutkan beragam masalah yang dihadapi rakyat miskin kota, sehingga mereka perlu bergerak dengan terorganisasi untuk mengatasinya. Masalah-masalah itu antara lain penggusuran dengan alasan keindahan dan ketertiban kota, kesenjangan sosial ekonomi di perkotaan akibat pembangunan, kebijakan tata ruang tidak berpihak pada rakyat miskin sehingga justru mengancam kehidupan mereka, penyelewengan dana pembangunan kota dan masyarakat miskin tidak menikmati fasilitas publik yang layak.

Halaman: 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Jika Anda menyukai artikel di situs ini, silahkan input Email Anda pada Form yang disediakan, lalu Klik Untuk Berlangganan. Dengan begitu, Anda akan berlangganan setiap update artikel terbaru UPC gratis via FeedBurner ke Email Anda.

Artikel Lainnya