Tentang Bank Dunia dan Kemiskinan

Share:

HUTANG

Berpautan dengan perdebatan mengenai kaitan antara Bank Dunia dan kemiskinan, adalah masalah hutang luar negeri. Menurut OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan), dari tahun 1982 sampai tahun 1990, total sumber daya yang mengalir dari negara-negara maju ke negara-negara berkembang (pinjaman baru, dana bantuan, kredit perdagangan, dll.) adalah US$ 927 miliar, sementara pembayaran hutang ke negara maju berjumlah US$ 1,345 miliar. Pada tahun 1995, beban hutang negara-negara berkembang sebesar US$ 1,9 triliun, sebanyak US$ 304 miliar dari jumlah itu (hampir mencapai 17 persen) merupakan pinjaman kepada Bank Dunia dan IMF.

Dengan pengalihan dana dari negara donor dan dana domestik dari investasi produktif, hutang masih tetap menjadi rintangan terbesar untuk menghapuskan kemiskinan di negara-negara kawasan Selatan. Ada juga dimensi politis yang terjadi, seperti: penumpukan hutang membuat suatu pemerintah lebih bertanggungjawab kepada negara donor daripada kepada rakyatnya sendiri. LSM berpendapat bahwa tidak ada artinya memberikan konsensi finansial kepada negara pinjaman kalau dana hanya diputar lagi ke Utara dalam bentuk pembayaran angsuran hutang, dan tidak menyediakan perubahan kebijakan. Mereka menegaskan bahwa hanya dengan pengurangan pinjaman di muka atau pembatalan pinjaman seluruhnya, disertai dengan penerapan komitmen untuk mempertahankan tingkat bantuan yang ada, akan bisa memecahkan masalah. Jelas bahwa usaha yang kurang komprehensif untuk menjawab masalah ini pada masa lalu telah mengalami kegagalan, bagi setiap dolar pinjaman yang diberikan sejak tahun 1989, telah ditambahkan tiga kalinya.

KEMISKINAN DAN KEADILAN DALAM PEREKONOMIAN TRANSISI

Seperti diulas secara mendalam di makalah lain yang ditulis oleh Peter Bosshard tentang pinjaman sektor swasta adalah soal bagaimana swastanisasi mempengaruhi kemiskinan dan keadilan, terutama pada liberalisasi ekonomi baru di Eropa Tengah, di Eropa Timur dan negara-negara bekas Uni Soviet. “Transisi” adalah fokus Laporan Perkembangan Dunia Bank Dunia 1966 yang beredar dalam bentuk draf. Teks draf mencakup diskusi yang komprehensif, dan laporan yang penuh pemikiran, tentang pengaruh transisi pada kemiskinan dan ketidakadilan.

Draf laporan itu juga memuat hal-hal berikut: “pembangunan ekonomi biasanya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan mengurangi ketimpangan. Pada ekonomi transisi ihwalnya berbeda. Karena perubahan menuju penghasilan-yang-ditentukan-oleh pasar, maka peningkatan ketimpangan sering menjadi tahap pertama yang diperlukan untuk sebuah proses perbaikan, dan tak tergantung pada hasil pertumbuhan.”5) Sebuah area penting bagi diskusi lebih lanjut ialah bagaimana Bank Dunia dapat berbuat lebih banyak dalam merancang kembali swastanisasi dan elemen-elemen lain dari proses transisi dan menjamin komitmen negara-negara pinjaman untuk memperkecil pengaruh yang merugikan bagi kemiskinan dan kesenjangan.

MELAYANI KEPENTINGAN KAUM ELITE KOMERSIAL DAN KEPENTINGAN ELIT POLITIK

Kritik juga telah memperlihatkan bahwa nasihat kebijakan ekonomi makro dan pinjaman oleh Bank Dunia dan IMF berat sebelah, lebih menguntungkan perdagangan internasional dan kepentingan politik internasional dengan mengorbankan pasar modal domestik dan stabilitas politik. Mereka mengajukan alasan bahwa dalam kasus negara-negara berpenghasilan menengah, Bretton Woods Institution meningkatkan pelayanannya sebagai polisi untuk memastikan bahwa negara-negara tersebut mengadopsi dan mengimplementasikan kebijakan yang menaggapi kebutuhan pusat-pusat keuangan, yang mengendalikan dan mengelola serta mengatur modal swasta internasional.

Bias seperti itu dengan jelas dapat dilihat dalam kasus yang dialami Meksiko. Di Meksiko, Bank Dunia mendorong penghentikan kredit yang disubsidi dan mengatur kredit pada harga pasar, yang berakibat ambruknya bank pembangunan domestik dan pengurangan kredit yang tersedia untuk para produsen kecil. Pada saat yang sama, Bank Dunia memompakan US$ 1 miliar ke ekonomi Meksiko untuk menyelamatkan bank-bank komersial pada akhir Desember 1994 saat devaluasi peso, dan tambahan pinjaman sebanyak US$ 500 juta sampai US$ 1 miliar dalam proses pertimbangan. Adalah sebuah ketidakkonsistenan di pihak Bank Dunia tidak punya kemauan untuk melakukan campur tangan atas pasar untuk tujuan pengurangan kemiskinan, sementara pada saat yang sama, Bank Dunia memberi pinjaman terbesarnya kepada bank-bank swasta dan para investor dan menstabilkan pasar uang internasional.

Hal lain yang mengusik sejumlah pengamat adalah bahwa Bank Dunia mengangkat negara-negara seperti Chile (di bawah Pinochet) dan Indonesia sebagai model manajemen ekonomi yang berhasil. Mereka beralasan bahwa pemerintahan yang demokratis dan akuntabel adalah prasyarat bagi pengurangan kemiskinan berkelanjutan, dan bahwa Bank Dunia harus masukkan faktor-faktor tersebut ke dalam hitungan bagi keputusan-keputusan pemberian pinjamannya (lihat makalah penyerta oleh David Hunter tentang pemerintahan, masyarakat sipil, dan hak asasi manusia).

Boks 14: PENYESUAIAN STRUKTURAL (SAP)

Apakah program penyesuaian struktural (SAPs) itu dan bagaimana hubungannya dengan kemiskinan? SAPs adalah paket kebijakan standar yang ditentukan oleh lembaga keuangan internasional untuk setiap negara di kawasan Selatan. Elemen-elemen paket standar dan pengaruh negatif yang potensial bagi masyarakat miskin mencakup:

pengurangan belanja pemerintah, yang artinya memangkas belanja pelayanan sosial;

pencabutan subsidi, termasuk subsidi yang menguntungkan masyarakat miskin;

pembatasan ketersediaan kredit, termasuk kredit untuk para petani;

swastanisasi perusahaan-perusahaan negara yang dapat memacu pemusatan aset;

liberalisasi perdagangan, yang dapat menghancurkan kapasitas produktif domestik dan lapangan pekerjaan;

reorientasi ekonomi ke arah pasar ekspor yang dapat menyediakan insentif bagi “penambangan ” sumber daya alam;

perlucutan hambatan-hambatan, yaitu “perlakuan nasional” untuk investasi asing, yang tidak menguntungkan sektor swasta domestik; dan deregulasi pasar tenaga kerja, yang dapat menekan upah minimum.


III. Strategi Bank Dunia tentang Kemiskinan
Semenjak era Mc Namara, para pemimpin Bank Dunia telah memaklumkan komitmennya bahwa penurunan angka kemiskinan adalah tujuan pokok lembaga ini. Pada tahun 1993, Lewis Preston menyatakan: “Pengurangan kemiskinan yang berkesinambungan adalah sasaran pokok Bank Dunia. Dan hal itu menjadi ukuran untuk menilai kinerja kita sebagai sebuah institusi pembangunan.” James Wolfensohn membuat sebuah komitmen pribadi untuk memperkuat kerja Bank Dunia dalam hal pengentasan kemiskinan.

Laporan Pembangunan Bank Dunia 1990 mengeluarkan sebuah strategi ganda pengurangan kemiskinan. Bagian pertama meliputi “penggalakkan pertumbuhan berbasis ekspor yang menggunakan secara efisien aset masyarakat miskin yang paling berlimpah: tenaga kerjanya.” Bagian kedua menyangkut “penyediaan akses pelayanan sosial dasar bagi masyarakat miskin”, termasuk kesehatan dan pendidikan. Bank Dunia telah memberi tambahan kepada strategi ganda tersebut dengan program yang ketiga, suatu rekomendasi bahwa jaring pengaman dan penetapan ukuran ganti rugi akan melindungi anggota masyarakat yang paling rentan dan mudah terserang kemiskinan.

Selama lima tahun belakangan ini, kerja analitis dan pinjaman Bank Dunia lebih berorientasi kepada kemiskinan. Untuk menerapkan strategi penurunan angka kemiskinan dalam pelaksanaannya, Bank Dunia menyiapkan makalah kebijakan “Strategi-strategi Pendukung dalam Pengurangan Kemiskinan” (1991). Untuk mengarahkan stafnya dalam mengimplementasi strategi ini, Bank Dunia menerbitkan petunjuk pelaksanaan dan “Buku Pegangan Pengentasan Kemiskinan” (1992). Usaha-usaha Bank Dunia untuk menjalankan strategi ini akan dipaparkan dengan singkat sebagai berikut ini.

Halaman: 1 2 3 4 5 6 7

Jika Anda menyukai artikel di situs ini, silahkan input Email Anda pada Form yang disediakan, lalu Klik Untuk Berlangganan. Dengan begitu, Anda akan berlangganan setiap update artikel terbaru UPC gratis via FeedBurner ke Email Anda.

Artikel Lainnya